Banda
Aceh (ANTARA) - Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa`aduddin Djamal
menolak keberadaan komunitas anak "punk" karena meresahkan masyarakat
dan dikhawatirkan mempengaruhi generasi muda di daerah itu.
"Di
Aceh tidak boleh ada komunitas anak punk, apalagi masyarakat kota Banda
Aceh berkomitmen menjalankan hukum syariat Islam dalam kehidupannya
sehari-hari," kata Illiza di Banda Aceh, Rabu.
Ia
mengaku prihatin menyaksikan puluhan anak punk dari Kota Banda Aceh
yang terjaring dalam razia penertiban yang dilakukan tim gabungan dari
Polresta dan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Dalam
penertiban itu petugas mengamankan 65 anak punk dari kota Banda Aceh,
Lhokseumawe, Tamiang, Takengon, Sumatera Utara, Lampung, Palembang,
Jambi, Batam, Riau, Sumatera Barat, Jakarta dan Jawa Barat saat
menggelar konser di taman budaya.
Seluruh
anak punk tertsebut selanjutnya diamankan di Mapolresta dan diberikan
pembinaan mental dan rohani di Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah
selama 10 hari sejak Selasa (13/12).
Didampingi
pengurus Komite Pengutan Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI)
Wirzaini Usman, ia mengatakan Pemerintah Kota Banda Aceh telah
berkoordinasi dengan kepolisian untuk memberikan pembinaan agar mereka
kembali hidup normal.
"Kehidupan
yang mereka jalani saat ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam,
jika kita biarkan, perilaku mereka akan mempengaruhi generasi muda
Aceh," katanya.
Menurutnya,
untuk mengantisipasi pengaruh berbagai aliran sesat dan perilaku yang
menyimpamg dari ajaran Islam, Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah
membentuk KPA-PAI.
"Pengurus
dan anggota KPA-PAI itu terdiri atas seluruh komponen masyarakat,
keberadaan lembaga ini juga untuk mengantisipasi dan membina warga yang
telanjur dipengaruhi berbagai aliran menyesatkan serta munculnya
perilaku menyimpang," katanya.
Illiza juga mengharapkan peran orang tua untuk selalu mengawasi pergaulan putra-putrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar